Menghidari Sikap Angkuh Dan Sombong
⊆ Sabtu, Juni 06, 2009 by Abu Jundan | ˜ 1 komentar »
Sikap angkuh dan sombong dapat menimpa siapa saja: saya, anda, kita, dia dan mereka. Sekali lagi, dapat menimpa siapa saja. Ungkapan seperti ‘kalau bukan saya, mana mungkin bisa!’, ‘Untung saja ada saya kalau tidak wah bahaya..’, ‘saya ini orang terkenal lho!’ dan ‘ah, dia kan ngajinya juga baru kemaren sore, sedangkan saya lulusan perguruan tinggi agama’ dan sejumlah uangkapan yang lain, merupakan indikasi sikap kesombongan. Untuk menjinakkannya, perlu menempuh beberapa hal. Antara lain sebagai berikut:
1. Senantiasa mengingat dan menanamkan keyakinan bahwa sombong dan ujub itu dosa. Bukan orang lain yang akan merasakan balasan buruknya dari Allah melainkan diri sendiri
2. Yakinlah, kesombongan tidak akan menambah apapun selain kerugian. Tidak ada orang yang suka siapapun yang angkuh dan sombong. Sama seperti anda dan saya. Sebenarnya, seseorang yang sombong juga tidak suka bila ada orang lain berlaku sombong didepannya. Dia pun akan mengatakan “sombong amat” padahal, apda saat yang sama ia tidak sabar aklau dirinya juga menunjukkan sikap sombong, mengapa ia tidak katakan pada dirinya sendiri ‘Sombong amat kau!”
3. Sering-seringlah mengingat kelemahan diri sendiri. Pada berbagai kesempatan –santai, saat istirahat, ebngong di kendaraan, sejenak menjelang tidur, atau kapan saja—cobalah memikirkan kelemahan kita dibandingkan dengan orang lain. Dengan mengetahui kelemahan, insyaAllah akan muncul sikap rendah hati (tawadlu’). Sebaliknya, tanpa mengetahui kelemahan, seseorang akan merasa dirinyalah yang paling segala-galanya. Orang sunda menyebutnya ‘asa aing pangdadalina!’ (merasa dirinya paling gagah laksana burung garuda). Hal ini tida berarti jangan mengetahui kelebihan diri sendiri. Tidak seperti itu ! memahami potensi dan keunggulan diri sendiri amatlah penting. Namun mangetahui keunggulan diri sendiri tersebut jangan sampai melahirkan sikap menganggap rendah orang lain. Sebab, setiap kelebihan yang Anda miliki hanyalah sebuah kemahalemahan manusia bila dibandingkan dengan kesegalamahaan Allah Dzat maha Kuasa. Dan setiap Anda memiliki kelebihan dalam perkara yang merupakan kelemahan Anda.
4. Seperti telah disebutkan, memelihara sifat sombong berarti membangun benteng penghalang datangnya kebenaran. Dengan adanya sombong, seseorang cenderung menolak kebenaran sekalipun telah jelas didepan mata. Padahal, menolak kebenaran berarti mengunci gerbang perubahan kearah kebaikan yang bermuara kepada kebahagiaan. Konsekwensinya, kebahagiaan dunia dan akhirat, bila demikian, hanyalah sebuah angan-angan hampa.
5. Bila Anda sering melayat orang yang emninggal dunia, jangan hentikan kebiasaan itu! Selain sebagai pemenuhan atas perintah Allah swt, melayat itu juga dapat Anda gunakan sebagai perenungan. Saat melayat, cobalah sekali-kali singkap kain penutup wajahnya. Nampaklah wajah pucat pasi dengan mata terpejam, bibir rapat tertutup. Badan terkujur membeku, tangan terlipat kaku. Tidak dapat berbuat apa-apa. Padahal, teman atau tetangga Anda itu mungkin saja seorang jutawan, atau barangkali wartawan senior, boleh ajdi dia itu orang yang popularitasnya luar biasa, mantan penguasa. Namun, kelebihan apapun tidak berati apa-apa saat itu. Smeuanya serba kecil dihadapan Allah Rabbul ‘alamin. Bila seperti ini realitasnya, apa lagi alasan untuk bersombong diri?!
6. Setiap kali muncul keinginan untuk sombong atau membanggakan diri, segeralah mohon ampunan kepada Allah Dzat Pemutar balik Hati. Berlindunglah dari kesombongan, dan berdo’alah kepada Allah! Mudah-mudahan Allah swt mengabulkan.
Akhirnya, mulai detik ini benih-benih kesombongan tidak boleh ada dalam diri kita, apalagi sebagai pengembandakwah. Kesombongan dan keangkuhan merupakan indikasi kelemahan diri sendiri. Kesombongan dan keangkuhan merupakan perbuatan yang jauh dari simpatik. Akibatnya, orang yang didakwahi justru menyingkir dari kita. Ini kalau bangga terhadap diri sendiri berkenaan dengan perkara-perkara yang boleh jadi memang benar-benar ada dalam diri kita. Tetapi, bila memuji diri sendiri, merasa lebih tinggi, dan merendahkan orang lain itu menyangkut perkara yang tidak ada pada diri kita maka, sesungguhnya hal ini merupakan indikasi kemunafikan. Tidak mau menerima diri sendiri sebagaimana apa adanya. Bahkan merupakan keengganan menghadapi dan menerima kebenaran. Dahulu, iblis enggan tunduk kepada Allah swt karena kesombonganya. Jadi sombong atau ujub? No way!
Minggu, 07 Juni, 2009 Semoga kita semua tidak tergolong orang-orang yang sombong dan angkuh.
Pencerahan di hari libur. Makasih yah bro,...